The following is a comment I left at this blog entry belonging to Pitra Satvika about his thoughts on Facebook becoming more like Friendster, at least in Indonesia. His blog is in Indonesian and my comments are mostly in Indonesian. I might translate it if enough of you care for it.
========================
I admit I’m a social networking junkie tapi I know my limits. Kalo udah ga feasible untuk di maintain ya gue tinggal, either abandon atau hapus account. Gue tinggalin Friendster karena selain bosen,gue ga dapet manfaatnya, isinya ngejunk semua, forward ini itu, jadi males, kaya daftarin diri untuk kena spam. Ya udah, gue tinggal, paling nyisain notice email untuk ultah tapi itupun sering gue ignore, hihihihi. Udah hampir ga pernah buka Friendster lagi sekarang.
Gue join Facebook to avoid spam. Awalnya seru ada game dll, tapi after a few months jadi bosen main game dan segala macem embel2nya itu cuma fluff ga penting sedangkan gue cari interaksi dengan temen2 gue. Berhubung Facebook ada status update dan bisa import dari Twitter, itu lah yang gue pake, ditambah messaging tapi bukan Facebook IM. I don’t do IM.
Untuk sekarang ini gue lihat Facebook sebagai rumah di internet. Segalanya tentang diri loe ada di sana. Mau pasang foto, komen, tulisan, status update, apapun itu. Facebook menjadi lifestream tapi tertutup karena orang lain harus gabung untuk lihat kehidupan online loe.
Gue ga join socnet to make friends, I join to connect with my friends I know already, kalau along the way punya temen baru ya itu something that happens aja.
Lagi mikir2 untuk ngurangin Facebook friends to people I only know in real life atau sering komunikasi lewat blog, email, milis.